Selamat Datang di Kawasan Penyair Candi Agung Terima Kasih Kunjungan Anda

Selasa, 08 Februari 2011

Mas. Alkalani Muchtar


Lahir di Alabio, 1 Juli 1958. Pendidikan terakhir di FKIP VAYA Banjarmasin. Sekarang menjabat sebagai Keala SD Negeri Marap, Danau Panggang , Kaupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Karyanya berupa puisi dan cerpen dipubikasikan di harian Dinamika Beita, Banjarmasin Post, Mandau Telabang, majalah Trubus, Bandung, dan disiarkan di Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan seni RRI Nusantara III Banjarmasin, asuhan Hijaz Yamani (alm). Puisi dan cerpenya juga dimuat dalam antologi puisi dan cerpen sastrawan HSU, Mahligai Junjung Buih (2007). Kini bergiat di Sanggar Budaya Sastra Payung Kembang, Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang HSU, dan anggota Bidang Sastra di Dewan Kesenian Kabupaten HSU.

LEMBAH HIJAU

Di gunung…. Merata hamparan ilalang
Di lembah…. Tumbuh pohon raksasa
Di danau daun – daun hijau berayun

Tonggak – tonggak galam bertaburan
Di sepanjang alir sungai
Menghambat bersarang daun
Beranak bercucu
Sungai lemah terkulai….
Alir mematah biduk – biduk lapuk
Kandas didasar dangkal
Tiada berlembah dan tiada bertepi
Daun hijau muntah menghiasi lintasan
Berjejal membuat arak
Riuh mengeluh minta disirna
Jangan sengsara disini membusuk
Ciptakan lingkungan bersih alami.

(-Dn.Panggang. 11291)


* GUNUNG BATU AJI *

Ketika kau ketakutan
Kau Tanya dimana aku……
Ketika kau kesakitan…
Kau tanya dimana kepedulian
Ketika ada ombak membuih dalam jiwa
Bergejolak dengan pekik
Allahu Akbar….
Kulihat wajah wajah itu pucat
Ingin kupeluk dan kurangkul
tapi tak kuasa
Tiga puluh dua anak manusia
Mau meregang nyawa
Dan lencana putih itupun
Belum saatnya kami terima.

( Amuntai. 16 – Mei – 2006. )

* ANTARA TASIKMALAYA
SEMARANG DITENGAH MALAM *

Angin musim barat berwarna hitam
Menutupi kaca-kaca bus kota di jalan raya
Satu-satu melintas tanpa komprumi
Inikah kota Tasikmalaya dalam mimpiku
Wajahnya yang tergambar manja
Menjadi kain penuh cerita
Walau warnanya berlainan
Kau di pulau Jawa
Beta di Kalimantan
Kota Tasikmalaya ku tinggalkan juga
Meski mematung dalam bus kota
Hingga menapaki kota Semarang
Jari-jemariku mulai beku
Tak sanggup lagi meraba dan menyentuh
Wajah malam yang mulai sepi ditusuk waktu
Bayanganku sempat terkapar jauh-jauh sekali
Darahnya, jiwanya berceceran sepanjang jalan
Memandikan kota Tasikmalaya dan Semarang
Di tengah malam
Tanpa hati merasa takut dan tetap tegar
Kendati nyawaku sekarat
terhimpit Sepi dengan Sejuta do’a.

(Semarang. 13 – Juli – 1995)

Sabtu, 18 Desember 2010

Arief Rahman Heriansyah


Dilahirkan di Amuntai HSU pada tanggal 14 Juni 1992 dari pasangan Heriansyah dan Noor Thaibah.Menyukai dunia seni dan sastra sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.Dan pertama kali menulis puisi waktukelas 2 SD.
Karya tulisnya pernah dimuat di beberapa media seperti Banjarmasin Post,Radar Banjarmasin ,Serambi Ummah,Media Kalimantan,Cahaya Nabawi,dll.Puisi-puisinya juga pernah dibacakan di Radio RRI Banjarmasin .
Penghargaan seni yang pernah diraihnya antara lain, Juara I Lomba menulis indah se-Kab HSU (PORSENI tk.SD 1999) Juara III Bakesah bahasa Banjar se-Kab HSU (2002) Juara II Karikatur Islami se-Kab HSU (2002),Juara Tunggal penulisan Puisi dan Cerpen (MADING,AlFatra 2005) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren tk.Banjarbaru, (Banjarbaru,2010) Juara I Cipta Puisi antar Pesantren se-Kalimantan Selatan,(2010) dan Juara III Cipta Puisi antar Pesantren tk.Nasional (Surabaya,2010)
Beralamatkan Jl.Abd Aziz Gg Mujahiddin RT 02 NO 37 Kec.Amuntai Tengah KAB HSU Kal-Sel. alamat e-mail: arief_brian@yahoo.co.id .Semua tentang dia bisa dilihat di http://stinkyrainbow.blogspot.com,

Ngarai Sastra

semrawut senja dari tapak kaki bukit
lembah-lembah di peradaban
terusik kembali oleh gerakan pena lentera
tuntun rinai hujan membelah pasifik buramnya helai
kuncupnya bulan basah mendengus alam
tatapan gejolak hangatnya sajak-sajak
raih gemericik hembusan rasi gemintang
sudahlah kau
sudahi saja larangan yang kian tak berarti
aku tak mungkin dipaksakan oleh kehendak
menderu-deru pengabdian
khayalnya seakan terkungkung memeditasi
siapakah yang dapat mengerti?
kalau goresan abadi tak pupus
sendirinya bergerak menuju padang lembab
ilalang-ilalang kian mendorong angan
sambutan gugurnya daun kering menabuhkan
sejuta arti
berhimpit merangkak
tuju impian
hanya satu
dan,hanya itu…
coba sejenak malam-malam kita bernostalgia
ingin gapaikan itu,kau gapaikan
ingin disampaikan itu,juga terhajatkan
pundak tua yang selalu pemurah
mengabulkan apapun permintaan darah dagingmu
tanpa terkecuali,
tanpa pernah pudar
sejuta makna dari tatapan tuamu
tak mungkin sanubariku terhapus manisnya jasamu
aku takkan lelah menyelam
kedalam sastramu-sastra
walaupun sekarang teman sejatiku
hanya mata pena dan kertas usang


Ngarai Sastra (II)

kuasah kertas usang dengan mata pena
lalu kuukir untaian bulir-bulir permata
jiwa yang kian menjiwai kata-kata
lelah mendaki metafora buana
dawai-dawai tajam merangkai prosa
lakukan saja!

Banjarbaru,25/09/2010
(“Kau sayang pada puteramu,Abah…”)

Galuh Banjar Keraton Daha

cempaka putih
janur kuning menggantung terayun-ayun sampang
serampang kayuh jukung ke tanah huma
mengingatkan kampong kelahiran adidharma
duhai petinggi petuah kerajaan maha agung
sangkar tonggak unggul dari mana air mata

Galuh,Galuh…berjingkat menuju ke mata air
telaga bidadari hulu sungai pandawan
memapang senyum dibawah naungan kelabu awan
kabut hitam di matanya melentikkan ibarat sawan
keraton daha yang siap mempersembahkan seorang pangeran
kepadamu.Ooo….Galuh pujaan

pulanglah duhai Galuh puteri semata wayang
singgasana candi disisir oleh kehampaan
teringat bibir ranum tunduk paras langkar
serta galung mayang wangi menggantung bergoyang
dimana hanya menjari jejak kecil yang kasat
oleh mata,sepasang mata jalang bak ilalang-ilalang
sejenak renungkan saat menabas kumpai waktu petang
tiada rentang dahaga samping tegak gadang pisang

sayembara bapak raja akan digelar
hanya angan keinginan bertemu galuh seorang
anak titah mana lagi kalau bapak teramat sayang
dayangku ujar ratu t’lah persiapkan peralat mandi kembang
agar dia takkan lagi tertimpa malang

sepucuk pandan dengan air kenanga disiapkan
radap rahayu diperagakan para dayang
gurindam syahdu mengiringi tarian baksa kembang
mengharap Galuh setiap saban agar kembali pulang
Uma disini kering kerontang menahan
agar air mata darah tidak menganak sungai kian

tabuhkan secawan kembang selamat datang
pada galuh petinggi kerajaan di semampun sampai
dimapa akan lirih bibir berucap salam
dangkal amarah seribu rindu malam

Amuntai
6 Oktober 2010

Sabtu, 28 Juni 2008

Fahruraji Asmuni

Lahir di Alabio – HSU, 13 Agustus 1960.Pengajar SMA Negeri 1 Amuntai ini, karya puisi, cerpen ,esai sastra dan artikel kebahasaan pernah dimuat diberbagai media cetak antara lain, Banjarmasin Post, Dinamika Berita, Radar Banjarmasin, tabloid Serambi Ummah, Suara Aisyiyah ( Yogya ),Sahabat Pena ( Bandung), Berita Buana, Simponi, dan Kiblat (Jakarta). Puisi-puisinya sering disiarkan diacara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni RRI Nusantara III Banjarmasin. Kumpulan Puisi Tunggalnya : Darah Impian (1982), Elite Penyair Kalimantan Selatan 1979-1985 (1988), Antara Bayang-Bayang Harapan dan Kenyataan (1989). Kumpulan puisi bersama antara lain, Bintang-Bintang Kusuma (1994), Seribu Sungai Paris Barantai (2006), dan Ronce Bunga Mekar ( 2007 ).



Kau Ada dalam Diri

Telah kudobrak beribu pintu
Telah kujelajah ruang dan waktu
Telah kuarungi lautan ilmu
Kau tak pernah ketemu
Lelah kumencari
Di mana kau sembunyi

Tuhan,
Kulangkahi jalan tarekat
Ternyata kau begitu dekat
Ibarat tali dengan jerat
Tuhan,
Kau tidak sembunyi
Kau ada dalam diri


( Dari : Mahligai Junjung Buih, 2007

Amir Husaini Zamzam


Lahir di Amuntai, 10 November 1938. Karyanya berupa puisi dan esai sastra dipublikasikan di berbagai media cetak, antara lain di majalah Merdeka dan Pembin a( Jakarta ), SK Manikam, Upaya, Media Masyarakat, Banjarmasin Post, Dinamika Berita dan Buletin Sastra Dermaga ( Palangkaraya ). Beberapa puisinya antara lain terhimpun dalam Antologi Sajak 10 Penyair Hulu Sungai Utara (DKD-HSU,1973). Tahun 2004 menerima Hadiah Seni Bidang Sastra dari Gubernur Kalimantan Selatan.


Antara Haq dan Bathil

orang banyak tidak mau tahu
dengan bermuka 1001 palsu
tutup mata dan tutup telinga
pura-pura buta dan tuli
mengaku beriman hanya hiasan lidah
suka beramal pembalut malu
dengan iman buatan belaka
padahal ingkari panggilan kebenaran
ingkari yang haq untuk yang bathil

orang-orang banyak keliru
perasaannya telah terbalik
roh dan hatinya kena penyakit
yang haq dirasakan tidak enak
yangbathil enak jadi darah daging
kawan sengsara kawan bersuka ria
segala laknat dirasakan nikmat
segala yang haq dianggap bathil

bagi orang yang tidak mau tahu
antara haq dan bathil
timbul penyakit hati akal tak waras
diajak kebaikan dikatakan ingkar
dikatan yang benar dianggap salah
diserukan kebenaran dianggap penghalang
dikatakan maksiat dianggap amal
dikatakan dosa dianggap sorga
inilah tanda orang hilang iman
terhadap panggilan kebenaran Islam

Amuntai, Mei 1973 ( Dari : Mahligai Junjung Buih, 2007 0